Pages

Ads 468x60px

Minggu, 14 Oktober 2012


Dunia Arsitektur Dan Tuhan
Oleh : Moh Shiddiq*)

Sejarah lama membukukan bahwa terbangunnya ordo-ordo tua dengan khas yang sangat kental dengan arsitektur kebaratan adalah bukti nyata akan adanya komunitas rahasia yang mengajarkan tentang hal yang berkenaan langsung dengan “misteri”. Jika dikembalikan lagi pada momentum kebangkitan eropa yakni dengan munculnya Amerika Serikat sebagai polisi dunia kenyataannya tidak pernah lepas dengan permainan simbolik yang berpangkalkan akan megahnya bangunan-bangunan tua.
            Dalam novel Dan Brown, The Lost Symbol nyata mengungkapkan demikian. Ordo-ordo yang berdiri ajeg di Amerika berawal dari skenario Organisasi Freemason yang lari dari kejaran Salahuddin Al- Ayyubi pada perang suci antara Islam dan Kristen di Jerussalem, Palestina.
            Dalam sebuah pengantar tulisan Gerard de Nerval dikatakan bahwa ekspresi terbaik adalah bagi mereka yang menjadi pekerja bangunan. Apabila jiwa mengekspresikan kekalutan maka yang kan terjadi adalah pekerjaan buruk. Sebaliknya justru jika jiwa dalam keadaan baik akan memberikan efek terbaik terhadap pencapaian-pencapaian prestisius apalagi yang berkenaan lansung dengan sisi pembangunan gedung.
            Iphho Santoso dalam bukunya, Menguak Keajaiban Otak Kanan menandaskan bahwa otak kanan adalah bertipikal intuitif dan imajinatif. Tentu implikasi logis dari kenyataan yang ada otak kanan mengandalkan kreasi yang mampu menghasilkan karya spektakuler. Lain halnya dengan otak kiri yang cenderung acakan dan meng-kuantifikasi segala kepemilikan kosmik yang bertebaran di alam semesta ini.
            Tak terlalu berlebihan jika kemudian ada pergulatan pemikiran filsafat idealisme yang dicetuskan oleh Hegel bertentang-alot dengan filsafat materialis. Kecenderungan berpikir Hegel lebih menitik-beratkan pada dunia idea yang bertipikal spiritual. Menurutnya, kebebasan manusia berada pada roh absolut. Tentu, hasil akhir dari penarikan pemikiran ini sedikit banyak berpijak pada akar deterministik. Sementara pijakan materialisme lebih pada probabilitas materi. Kehidupan yang hakiki ada di dunia materi.tapi, ketika ada peristiwa ganjil yang tidak dapat dijangkau oleh akal bukan sebab ada penggerak diluar materi. Melainkan hanya saja ketidak-mampuan akal dalam menangkap pesan materi itu.
            Namun bagaimanapun, ketika dunia menginjakkan kaki diabad millennium ketiga kesadaran beragama mulai tumbuh secara perlahan disebabkan kegersangan nilai yang sedang dialami oleh manusia. Benar apa yang telah diwartakan Hegel bahwa manusia selalu ingin bebas. Tapi kebebasan manusia harus ada pada roh absolut. Tidak lebih. Tentu pada tahap selanjutnya betapa pentingnya kehadiran ideologi keberagamaan dalam memanifestasikan nilai-nilai yang seirama dengan inti berkehidupan yang lurus.
            Robert Graves dalam An Illustrated Guide to The Lost Symbol menandaskan bahwa Tuhan pun adalah arsitektur professional. Dikatakan demikian karena Tuhan mampu menghias-ciptakan dunia yang begitu indah selama enam (6) hari. Maka, wewenang  Tuhan sebagai arsitektur dilimpahkan pada entitas kemanusiaan, sesuai dengan Al-Quran sebagai khalifah al ard. Tapi dengan apakah manusia dapat membangun ?
            Perbincangan Malaikat dengan Tuhan sebelum diciptakannya Nabi Adam ada semacam keraguan Malaikat terhadap akuntabilitas manusia yang berperangai sebagai penghancur dan ahli dalam menumpahkan darah kemanusiaan. Kenyataannya memang demikian, manusia seringkali menghancurkan rumah kemanusiaan lainnya terwarisi sebagai karakter utuhnya. Setidaknya, hal ini berkaca pada perjalanan sejarah yang sangat kental akan pertentangan hingga menumpah-ruahkan darah kemanusiaan. Misal, tragedy Holoucaust yang diprakarsai rezim Nazi dan peperangan antar saudara yang terjadi diEropa merupakan bukuti nyata akan kekejaman manusia terhadap kemanusiaan.
            Padahal Tuhan menginginkan manusia agar saling berangkulan satu-sama lain. Apalagi manusia sebagai wakil Tuhan dalam melestarikan semesta dari pertikaian-pertikaian justru manusianya sendiri bukan menjadi pembangun melainkan sebagai penghancur bagi keberlangsungan hidup yang sejahtera. Pada dasarnya manusia dituntut untuk menjadi arsitektur dalam menyaingi kreativitas Tuhan yang tiada berhingga.namun tampaknya amat sangat mustahil bagi manusia menjelma sebagai arsitek jika menjauh dari ikatan tali keberagamaan Tuhan. Ironinya, banyak orang beragama namun tidak menghayati makna keberagamaannya hingga pada gilirannya Agama mapan secara formal di KTP. Semoga agama menjadi pembangun dengan penghayatannya yang baik pula.(*)
      
Selasa 03 juli 2012               

0 komentar:

Posting Komentar