Pendidikan dan
keterbatasan Finansial Kelurga
Oleh : Moh Shiddiq
Saya adalah seorang anak yang
dilahirkan dari rahim orang tak berpunya. Semua keinginan tidak akan mungkin
secara langsung terpenuhi tanpa ada usaha nyata dari diri sendiri. Sejak kecil
saya memang menuruti kemauan orang tua tercinta. Selepas dari pendidikan dasar
saya belajar di Pondok Pesantren Annuqayah Lubangsa Selatan. Segala sesuatunya
ditempuh dengan ketabahan dan kesabaran hingga menginjak tahun yang keenam ini
saya berkeinginan untuk keluar dari pendidikan pesantren. Hasrat yang justru
menggebu adalah ingin mengenyam pendidikan negeri yang lebih berkualitas.
Menyongsong
pendidikan sejak SMP dipesantren agaknya memang sedikit terlunta-lunta sebab
saya tipikal orang yang nakal sekolah. Bahkan sekalipun saya mengenyam
pendidikan setingkat SMA pun agaknya penyakit lama masih terus menerus kambuh.
Wajar saat perekrutan siswa untuk mendapat beasiswa saya tidak terpilih
diantaranya lima
belas siswa dikelas.
Saya sempat
agak kecewa karena saya tak terpilih sebagai siswa yang berhak mendapat bantuan
beasiswa. Mau tidak mau, jika tidak berprestasi secara akademik maka bisa lewat
jalur non-akademik dengan capian prestasi diluar kelas. Seperti juara dalam
event Karya tulis ilmiah. Syukur, saya sejak Mts bergelut dengan dunia menulis
dan sekarang saya dapat mengandalkan kemampuan dalam hal tulis-menulis.
Kendatipun juga belum tentu saya bisa menerima bidik misi dikampus yang saya
minati.
Pada tanggal 3
februari ini menurut keterangan dari sekolah penyetoran berkas untuk siswa yang
ingin daftar di jalur non-akademik akan segera ditutup. Sementara itu sebuah
kegelisahan masih saja bergelayut dibenak ini. Sebab, sertifikat itu masih ada
dirumah. Maka, saya mengejar usaha dengan pulang kerumah meskipun hujan besar yang tak
kepalang. Sampai dirumah saya dimarahi lagi karena dianggap mendadak padahal
sebentar lagi saya akan diantarkan berkas-berkas yang dibutuhkan. Sebelumnya
saya memang menginformasikan kepada kakak bahwa untuk mendaftar beasiswa ini musti mengirimkan sertifikat hasil dari
prestasi diluar formal itu. Saya mohon maaf kepada kakak karena saya lebih
mendahului karena saya merasa berkas itu akan diantar besok pagi. Sementara
akhir penyetoran itu nanti malam. Bukankah lebih baik ditindak lanjuti…mungkin
yang membuat kakak miris sebab uang ojek yang terlalu mahal. Pada saat yang
sama musim saat pancaroba, masa-masa sulit bagi seorang petani. Bayangkan,
PP(pulang-pergi) dari pondok kerumah dikena ongkos 40,000. sebenarnya saya
memilih ojek karena musim hujan sulit mendapat taksi. Jadi maafkanlah anakmu
yang ceroboh ini.
Semoga Allah
memberikan yang terbaik untuk hambanya yang inigin menempuh ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi ini. Meskipun saya tak ditakdirkan mendapat
beasiswa bidik misi saya akan mencari beasiswa lainnya. Tapi, harapan
terbesarku tiada lain lulus UAN dan bidik misi sekaligus. Semoga tuhan
mengabukan hajatku yang mulia ini.
0 komentar:
Posting Komentar