Maulid Dan Perpecahan Islam ; Dalam Diskusi Sore
Oleh “ moh Shiddiq
Impian paling
didambakan umat beragama tiada lain adalah kebersatuan. Entah itu Islam,
Kristen maupun Yahudi. Pada sisi bersamaan kenyataannya kebersatuan ini dapat
menggalang secara massal untuk menolak sesuatu yang tidak diinginkan dalam
kelompoknya, misal untuk menjaga dari terkaman musuh bebuyutan yang kapan saja
dapat menghancurkan ketika lengah. Pada sisi lainnya kebersatuan juga membangun
kesalehan sosial yang ideal dalam tata keberagamaan. Namun hal yang nampaknya
menjadi cita-cita luhur dari pada ini adalah menjaga kemungkinan serangan dari
kelompok lain yang dianggap sebagai musuh.
Guratan
sejarah mencatat sedemikian cemerlangnya akan kemenangan tentara salib
(Kristen) pada perang suci yang melibatkan Islam VS Kristen. Hal yang tak dapat
dinafikan adalah pencapaian prestisius pasukan Salibis yang memenangkan
pertarungan disebabkan kesatuan komando yang terancang apik. Ternyata,
kebersatuan misi yang terbangun dibentuk didalam tembok Gereja tatkala ada
momentum-momentum penting Kristen seperti Misa, Natal, Hari Kelahiran Yesus
Kristus untuk melancarkan indoktrinasi Gereja yang mengedepankan insting
kemenangan di medan perang. Terbukti, Tentara salib secara berantai membantai
beribu-ribu korban jiwa umat Muslim.
Kekhawatiran muncul dalam benak Salahuddin Al- Ayyubi
(dibarat dikenal dengan nama Saladin) untuk membangkitkan Islam dari keterpurukan
yang mendera sejak bertahun-tahun. Maka atas landas pikir jenius Salahuddin
Al-Ayyubi mengajak umat Islam merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad (familiar
dengan nama Maulid, Madura) dengan mengajarkan konsep jihad yang ada dalam
ajaran Islam. Seraya pula pengadaan Maulid Nabi guna menjaga solidaritas antar
pejuang Islam yang turun ke medan perang. Tak dapat dipungkiri taktik srategis
ini mampu mengangkat kejiwaan pejuang Islam untuk memenangkan Perang Suci.
Tepat pula Salahuddin menjadi pimpinan perang pada waktu itu. Alhasil, berkat
seuntai pepujian terhadap Rasulullah menjadi motivasi kuat hingga pasukan
Salahuddin mampu menguasai tanah Palestina dan berhasil menancapkan hegemoni
politiknya. Pasukan Salib sendiri terlunta-lunta dan terusir dari tanah
kekuasaannya.
Pada
arah perkembangannya kontroversi seputar Maulid Nabi menuai pro-kontra dan
menjadi animo masyarakat Islam. Sebagian dari kalangan Radikal menurut mereka
merayakan hari kelahiran Nabi menuntun ummat Islam terjebak pada bid’ah dan
khurafat. Pada saat yang sama madzhab sunni mengetengahkan persoalan pada
pembagian bid’ah kedalam dua varian,pertama,bid’ah
hasanah, kedua,bid’ah sayyi’ah.
Adapun ulama’ Islam meng-kategorikan Maulid dalam bid’ah hasanah. Kendatipun
masih terdapat bantahan-bantahan tak berdasar dari pihak oposisi.
Ancaman kebersatuan Islam
Awal perayaan maulid adalah manuver terbentuknya
soliditas antar lini didalam tubuh Islam. Justru fenomena yang terjadi
permusuhan antar sekte-sekte didalamnya masih sedemikian kentalnya. Walaupun
pada dasarnya perbedaan merupakan suatu keniscayaan yang tiada terbantahkan.
Timbulnya beragam sekte-sekte yang pecah dalam Islam tertulis sejak wafatnya sang
otoritas penegak Islam yakni Nabi Muhammad Saw. Maka hadir aliran Syia’h,
Khawarij, Murji’ah, Mu’tazilah dan segalanya dari sempalan aliran Islam.
Geo-politik Timur tengah yang terjadi di Suriah adalah
miniatur dari pertentangan sekte Islam yaitu antara Sunni dengan Syiah, dimana
otoritas publik dikendalikan oleh pihak Syiah sebab presiden Suriah, Bashar
Al-Assad itu sendiri memang terlahir
sebagai Syiah dengan khas kepemimpinannya yang otoriter dan mencekal aspirasi
rakyat. Perlawanan sengit digulirkan dari rakyat berhaluan Sunni. Oleh sebab
itu carut-marut politik Suriah memang kental pertarungan Sunni-Syiah. Tidak
hanya itu, tragedi berdarah di Sampang antara aliran Sunni-Syiah merupakan
segelintir bukti pertentangan primordial antar aliran dalam Islam.
Lalu bagaimana dengan Maulid Nabi ? adakah doktrin
imajiner yang dapat mengupayakan persatuan itu ? sebenarnya perselihan
ideologis yang terjadi didalamnya sudah mengindikasikan sulitnya menyatukan
perbedaan yang membengkak ini. Sejatinya perayaan Maulid hanya disepakati oleh
ajaran Ahlus Sunnah Wal Jamaah, lain dari itu menolak secara mentah karena
perbedaan pemahaman berdasarkan interpretasi dogmatis.
Upaya nyata yang dapat dilakukan dalam rangka
meminimalisir terjadinya silang-sengkarut tak berkesudahan ini adalah mencari
akar persoalan dengan melakukan dialog secara kondusif. Barangkali dengan
langkah demikian muncul perasaan saling memahami ditengah perbedaan yang tak
dapat ditolak. Pada aras selanjutnya umat Islam mesti mengingat Sabda Nabi,
ummatku tidak akan pernah tersesat apabila berpegang teguh terhadap Alqur’an
dan Assunnah. Terakhir, perbincangan seputar keislaman disaat lemahnya kekuatan
politik di dunia internasional,memang menuntut adanya pemersatuan politik
Islam, ini lebih mengarah pada upaya penghancuran Islam dari jalur eksternal
secara politis. Maka, semua sekte Islam mesti merapatkan barisan untuk menutupi
celah yang tampak kentara sejak masa silam. Demikian adalah hasil dari diskusi
Komunitas Nyantai Sore (KOMNAS) yang diadakan di Koperasi Mahasiswa(DLGD)
Moh
Shiddiq.
Salah satu penggerak Komunitas Nyantai Sore, ia
generasi Kedua, Kunjungi blog-nya di
penyatuan-jiwa96.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar