Pages

Ads 468x60px

Sabtu, 02 Februari 2013


Menimbang Ideologi Paradoks Islam Liberal
Oleh : Moh shiddiq(*)[1]
Judul Buku       : Islam Liberal, sejarah, konsepsi, penyimpangan dan jawabannya
Penulis              : Adian Husaini, Nuim Hidayat
Penerbit           : Gema Insani Press, Jakarta
Tahun Terbit    : Juni, 2002
Tebal                : 252 + x

Neo- Liberalisme dan neo-revivalis Islam merupakan dua term yang seringkali bentrok diwilayah internal Islam. Jika mengamati secara jeli akan platform ideologis yang diusung, jelas sulit menentukan vonis benar-salah diantara keduanya. Sebab, pondasi pemikiran yang dibangun cukup kuat serta beralasan. Kendatipun pada akhirnya menggiring pada timpangnya pemikiran yang dibawa oleh kalangan Islam liberal itu sendiri.
Buku yang berjudul “Islam liberal , Sejarah, konsepsi, penyimpangan dan jawabannya ” ini setidakmya mampu meringkus sebuah persoalan yang sedang mengkangkangi masyarakat Islam beserta pula jawaban-jawaban logis dan sistematis. Lebih dari itu mengupas tuntas terkait dengan kerancuan pemikiran Islam liberal yang sedang naik daun dengan gaya pikir bebas dan kontekstual  yang menurut mereka dianggap sebagai kebenaran.
Bagi penulis, garis besar yang mesti dibicarakan ulang adalah pengembangan teologi inklusif-pluralis yang menggiring pada pencampur-adukan aqidah dan ujung-ujungnya akan merembet pada kemusyrikan. Sepak terjang Liberalisme muncul dan populer sejak Maret 2001 lalu, kelompok ini menamakan diri sebagai JIL (Jaringan Islam Liberal). Sementara tokoh yang dijadikan sebagai anutan tiada lain Nurcholish Madjid yang saat itu meluncurkan gagasan sekularisasi dan ide-ide teologi inklusif-pluralis. Pada saat yang sama juga meng-aktif-kan diskusi maya (milis), tergabung dalam islamliberal@yahoogroups.com (hal. 4)
Adian Husaini yang menyelesaikan pendidikan terakhir diprogram Pascasarjana Hubungan Internasional ini memang cukup memahami persoalan secara komprehensif, tidak setengah-setengah. Lebih-lebih jika ada hubungannya dengan sepak terjang Liberalisme di indonesia yang kerap kali menghalangi soal pemberlakuan dan mengebiri  Syariat Islam. Menurut mereka (kaum Liberal) jika syariat Islam diberlakukan secara formal di Indonesia akan terjadi gesekan-gesekan antar ummat beragama, sebab Indonesia adalah negara multi-kultural dan multi-regius pula. Maka bagi kalangan Liberal lebih sreg dengan sistem negara sekuler layaknya Barat yang peradabannya dianggap unggul. Mau tidak mau, Islam untuk menjadi komunitas yang maju mesti meniru gaya barat.
Justru dalam buku ini penulis menyanggah itu hanya alasan yang dibuat-buat, bukankah hukum terbaik adalah hukum Allah ? bahkan dalam Alquran sendiri menyatakan jika suatu negara tidak menerapkan hukum yang diturunkan Allah, maka negara tersebut adalah negara kafir, murtad, dan munafik. Bahkan pada dasarnya nabi Isa (Yesus Kristus) dalam Perjanjian lama menyatakan,”janganlah kamu menyangka bahwa aku datang untuk meniadakan hukum taurat atau para kitab Nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena aku berkata kepadamu bahwa sesunguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini , satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum taurat, sebelum semuanya terjadi. Karena itu, siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menempati tempat yang paling rendah di kerajaan surga. Tetapi, siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah hukum taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi dikerajaan surga.”(matius 5: 17-19)hal. 157.
Maka, pada titik selanjutnya, Kitab taurat sendiri juga mengajak para pengikut ajarannya untuk mengamalkan hukum yang Tuhan dalam berbagi dimensi kehidupan. Wajar apabila pemberlakuan syariat juga bisa mengajak memberlakukan hukum agama tiap masing-masing Agama. Lagi, paling fundamental buku ini menyinggung akan upaya penghancuran Islam Militan didunia muslim. Sejak era 1990-an sejak runtuhnya komunisme, para politisi Amerika mengalami penyakit islamophobia. Islam selalu menjadi ancaman bagi keamanan mereka. Karena Islam disini dianggap anti-demokrasi yang berseberangan dengan misi Barat. Sebab itulah proganda Amerika sering mengkambing-hitamkan islam sebagai Agama teroris. Menariknya ini ide Amerika mirip seperti yang diusung oleh Islam Liberal. Alhasil, Adian Husaini berasumsi bahwa Islam liberal merupakan perpanjangan tangan dari kepentingan Amerika dan kawan-kawannya untuk menghancurkan Islam dari dalam.
Dalam pada itu ada banyak kerancuan yang dilakukan oleh Jaringan Islam Liberal, bantahan ini ditujukan terhadap buku kurzman_termasuk kontributor berpengaruh dari luar negeri yang aktif di JIL_ buku Kurzman ini adalah bunga rampai yang ditulis dari seluruh muslim dunia. Namun kerancuan ini terletak pada pengakuan bahwa Yusuf Al-Qardhawi adalah jajaran tokoh liberal. Padahal bila menjelajahi secara total akan karya Al-Qardawi lebih banyak mengkritik Barat dan anti-Barat seperti yang tercermin dalam karyanya Min Fiqh ad-Daulah fil-Islam ( Fiqih Negara,1997). Bahkan yang membuat sosok Adian Husaini terhenyak adalah anggapan bahwa Muhammad Natsir adalah Islam liberal. Hipotesa demikian menjadi sebuah bukti akan keteledoran dari pada gerakan Islam Liberal.
Buku ini layaknya sebuah endapan kilauan mutiara dengan gagasan yang kaya. Hal demikian dapat dimaklumi karena Adian Husaini juga cukup lama malang-melintang didunia kajian keislaman. Kaya gagasan yang dimaksud disini seperti menghadirkan tokoh-tokoh kontra terhadap kebiijakan Amerika yang cenderung diskriminatif terhadap Islam dengan melakukan ekspansi militer dengan dalih menghentikan laju militansi Islam yang mengancam perdamaian dunia. Tokoh disini semisal John L Esposito yang mengkritik keras gaya koboi Amerika soal kasus FIS di Aljazair. Pada ranah ini ketika Barat melakukan tindakan keras terhadap Aljazair pada hakikatnya mengkhianati akan  subtansi demokrasi yang konon dilahirkan Barat.(hal. 202)
Namun kemusykilan yang terjadi adalah Adian Husaini tidak mampu mengetengahkan persoalan secara bijak. Konsekuensi logisnya adalah cenderung membela Islam berhaluan garis keras. Secara tidak langsung bisa ditafsir melegalisasi kekerasan yang berlabelkan Agama. Padahal jika melakukan kajian historis yang cukup mendalam_seperti yang katakan Prof. Dr Quraisy Syihab_ bahwa akar sejarah kelahiran Indonesia sebagai Negara jelas memiliki guratan sejarah tersendiri yang jauh dari label kekerasan. Namun begitu, disini tidak bermaksud menghakimi bahwa akar sejarah peradaban Arab hadir dengan tradisi kekerasan.
Dalam suhu perpolitikan internasional  tampaknya belum ada goncangan-goncangan yang dapat mengancam stabilitas Indonesia. Hal tersebut lebih dikarenakan Indonesia adalah negara non-blok yang tidak berat sebelah dalam membela kepentingan Amerika yang arogan. Tentu, tak seperti Negara Timur Tengah dengan semangat revolusi Daulah Islamiah yang mengancam posisi Amerika sebagai polisi dunia. Kendatipun pada arah perkembangannya propaganda Amerika tentang terorisme baru-baru ini mulai terdengar riuh di Indonesia. Terlebih pesantren diklaim sebagai sarang teroris.
Secara fisik untuk sekedar dijadikan sebagai bahan bacaan dan memperluas wawasan tentang pembelaan apologetic Islam militant buku ini amat penting dibaca. Toh demikian barangkali hanya dijadikan baha renungan serta pertimbangan dengan membaca keseluruhan karya dari pihak liberal dan militan itu sendiri. Tidak bisa secara serta merta kita menyimpulkan , apalagi menganggap final terhadap bahan bacaan yang pernah kita baca. (*)


[1] Siswa kelas Akhir, mengambil prodi IPS, saat ini menetap di PP. Annuqayah Lubangsa Selatan

0 komentar:

Posting Komentar