Menimbang Ideologi Paradoks Islam Liberal
Oleh : Moh shiddiq(*)[1]
Judul Buku : Islam Liberal, sejarah, konsepsi,
penyimpangan dan jawabannya
Penulis : Adian Husaini, Nuim Hidayat
Penerbit : Gema
Insani Press, Jakarta
Tahun Terbit : Juni, 2002
Tebal : 252 + x
Neo- Liberalisme dan neo-revivalis Islam merupakan dua term yang
seringkali bentrok diwilayah internal Islam. Jika mengamati secara jeli akan platform
ideologis yang diusung, jelas sulit menentukan vonis benar-salah diantara
keduanya. Sebab, pondasi pemikiran yang dibangun cukup kuat serta beralasan.
Kendatipun pada akhirnya menggiring pada timpangnya pemikiran yang dibawa oleh
kalangan Islam liberal itu sendiri.
Buku
yang berjudul “Islam liberal , Sejarah, konsepsi, penyimpangan dan jawabannya ”
ini setidakmya mampu meringkus sebuah persoalan yang sedang mengkangkangi
masyarakat Islam beserta pula jawaban-jawaban logis dan sistematis. Lebih dari
itu mengupas tuntas terkait dengan kerancuan pemikiran Islam liberal yang
sedang naik daun dengan gaya pikir bebas dan kontekstual yang menurut mereka dianggap sebagai
kebenaran.
Bagi
penulis, garis besar yang mesti dibicarakan ulang adalah pengembangan teologi
inklusif-pluralis yang menggiring pada pencampur-adukan aqidah dan
ujung-ujungnya akan merembet pada kemusyrikan. Sepak terjang Liberalisme muncul
dan populer sejak Maret 2001 lalu, kelompok ini menamakan diri sebagai JIL
(Jaringan Islam Liberal). Sementara tokoh yang dijadikan sebagai anutan tiada
lain Nurcholish Madjid yang saat itu meluncurkan gagasan sekularisasi dan
ide-ide teologi inklusif-pluralis. Pada saat yang sama juga meng-aktif-kan
diskusi maya (milis), tergabung dalam islamliberal@yahoogroups.com
(hal. 4)
Adian
Husaini yang menyelesaikan pendidikan terakhir diprogram Pascasarjana Hubungan
Internasional ini memang cukup memahami persoalan secara komprehensif, tidak
setengah-setengah. Lebih-lebih jika ada hubungannya dengan sepak terjang
Liberalisme di indonesia yang kerap kali menghalangi soal pemberlakuan dan
mengebiri Syariat Islam. Menurut mereka
(kaum Liberal) jika syariat Islam diberlakukan secara formal di Indonesia akan
terjadi gesekan-gesekan antar ummat beragama, sebab Indonesia adalah negara
multi-kultural dan multi-regius pula. Maka bagi kalangan Liberal lebih sreg dengan
sistem negara sekuler layaknya Barat yang peradabannya dianggap unggul. Mau
tidak mau, Islam untuk menjadi komunitas yang maju mesti meniru gaya barat.
Justru
dalam buku ini penulis menyanggah itu hanya alasan yang dibuat-buat, bukankah
hukum terbaik adalah hukum Allah ? bahkan dalam Alquran sendiri menyatakan jika
suatu negara tidak menerapkan hukum yang diturunkan Allah, maka negara tersebut
adalah negara kafir, murtad, dan munafik. Bahkan pada dasarnya nabi Isa (Yesus
Kristus) dalam Perjanjian lama menyatakan,”janganlah kamu menyangka bahwa
aku datang untuk meniadakan hukum taurat atau para kitab Nabi. Aku datang bukan
untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena aku berkata kepadamu
bahwa sesunguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini , satu iota atau satu
titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum taurat, sebelum semuanya terjadi.
Karena itu, siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum taurat sekalipun
yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menempati
tempat yang paling rendah di kerajaan surga. Tetapi, siapa yang melakukan dan
mengajarkan segala perintah hukum taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi
dikerajaan surga.”(matius 5: 17-19)hal. 157.
Maka,
pada titik selanjutnya, Kitab taurat sendiri juga mengajak para pengikut
ajarannya untuk mengamalkan hukum yang Tuhan dalam berbagi dimensi kehidupan.
Wajar apabila pemberlakuan syariat juga bisa mengajak memberlakukan hukum agama
tiap masing-masing Agama. Lagi, paling fundamental buku ini menyinggung akan
upaya penghancuran Islam Militan didunia muslim. Sejak era 1990-an sejak
runtuhnya komunisme, para politisi Amerika mengalami penyakit islamophobia.
Islam selalu menjadi ancaman bagi keamanan mereka. Karena Islam disini dianggap
anti-demokrasi yang berseberangan dengan misi Barat. Sebab itulah proganda
Amerika sering mengkambing-hitamkan islam sebagai Agama teroris. Menariknya ini
ide Amerika mirip seperti yang diusung oleh Islam Liberal. Alhasil, Adian Husaini
berasumsi bahwa Islam liberal merupakan perpanjangan tangan dari kepentingan
Amerika dan kawan-kawannya untuk menghancurkan Islam dari dalam.
Dalam
pada itu ada banyak kerancuan yang dilakukan oleh Jaringan Islam Liberal,
bantahan ini ditujukan terhadap buku kurzman_termasuk kontributor berpengaruh
dari luar negeri yang aktif di JIL_ buku Kurzman ini adalah bunga rampai yang
ditulis dari seluruh muslim dunia. Namun kerancuan ini terletak pada pengakuan
bahwa Yusuf Al-Qardhawi adalah jajaran tokoh liberal. Padahal bila menjelajahi
secara total akan karya Al-Qardawi lebih banyak mengkritik Barat dan anti-Barat
seperti yang tercermin dalam karyanya Min Fiqh ad-Daulah fil-Islam (
Fiqih Negara,1997). Bahkan yang membuat sosok Adian Husaini terhenyak adalah anggapan
bahwa Muhammad Natsir adalah Islam liberal. Hipotesa demikian menjadi sebuah
bukti akan keteledoran dari pada gerakan Islam Liberal.
Buku
ini layaknya sebuah endapan kilauan mutiara dengan gagasan yang kaya. Hal
demikian dapat dimaklumi karena Adian Husaini juga cukup lama malang-melintang
didunia kajian keislaman. Kaya gagasan yang dimaksud disini seperti menghadirkan
tokoh-tokoh kontra terhadap kebiijakan Amerika yang cenderung diskriminatif
terhadap Islam dengan melakukan ekspansi militer dengan dalih menghentikan laju
militansi Islam yang mengancam perdamaian dunia. Tokoh disini semisal John L
Esposito yang mengkritik keras gaya koboi Amerika soal kasus FIS di Aljazair.
Pada ranah ini ketika Barat melakukan tindakan keras terhadap Aljazair pada hakikatnya
mengkhianati akan subtansi demokrasi
yang konon dilahirkan Barat.(hal. 202)
Namun
kemusykilan yang terjadi adalah Adian Husaini tidak mampu mengetengahkan
persoalan secara bijak. Konsekuensi logisnya adalah cenderung membela Islam
berhaluan garis keras. Secara tidak langsung bisa ditafsir melegalisasi
kekerasan yang berlabelkan Agama. Padahal jika melakukan kajian historis yang
cukup mendalam_seperti yang katakan Prof. Dr Quraisy Syihab_ bahwa akar sejarah
kelahiran Indonesia sebagai Negara jelas memiliki guratan sejarah tersendiri
yang jauh dari label kekerasan. Namun begitu, disini tidak bermaksud menghakimi
bahwa akar sejarah peradaban Arab hadir dengan tradisi kekerasan.
Dalam
suhu perpolitikan internasional
tampaknya belum ada goncangan-goncangan yang dapat mengancam stabilitas
Indonesia. Hal tersebut lebih dikarenakan Indonesia adalah negara non-blok yang
tidak berat sebelah dalam membela kepentingan Amerika yang arogan. Tentu, tak
seperti Negara Timur Tengah dengan semangat revolusi Daulah Islamiah yang
mengancam posisi Amerika sebagai polisi dunia. Kendatipun pada arah
perkembangannya propaganda Amerika tentang terorisme baru-baru ini mulai
terdengar riuh di Indonesia. Terlebih pesantren diklaim sebagai sarang teroris.
Secara
fisik untuk sekedar dijadikan sebagai bahan bacaan dan memperluas wawasan
tentang pembelaan apologetic Islam militant buku ini amat penting dibaca. Toh
demikian barangkali hanya dijadikan baha renungan serta pertimbangan dengan
membaca keseluruhan karya dari pihak liberal dan militan itu sendiri. Tidak bisa
secara serta merta kita menyimpulkan , apalagi menganggap final terhadap bahan
bacaan yang pernah kita baca. (*)
0 komentar:
Posting Komentar