Meraba Denyut Nadi
Kehidupan
Hidup dan kehidupan- merupakan
dua term yang memiliki makna mengikat diantara yang satu dengan lainnya.
Mustahil akan ada hidup tanpa kehidupan,
sebaliknya mustahal ada kehidupan tanpa tanpa ada hidup. Berawal dari manakah
hidup ini, mulai kejadian hingga lengkapnya keindahan yang tiada terperi, akal
kita barangkali belum menyentuh koridor pertanyaan filosofis tersebut. Kadang
diantara kita melupakan pertanyaan yang belum mampu terjawab, yang itu terselip
dilipatan kantong baju. Terkadang pula menganggap remeh temeh hidup yang
diberikan oleh Tuhan.
Maka tatkala tiba titik jenuh
menjalani getir-pahit hidup itu, baru kita menghidupkan pikiran untuk sejenak
memikirkan arti hidup. Ada banyak penafsiran akan pengertian serta arti hidup
itu sendiri, ada yang punya persepsi bahwa hidup hanya sekedar mengabdi dan
menjalankan misi suci Tuhan. Ada pula yang berasumsi bahwa manusia di tuntut
menikmati tiap detik dari tarikan napas, menikmati kelengkapan fasilitas alam
yang super-lengkap secara eksploitatif.
Supaya lebih arif, mesti
memasrahkan semua pengertian kepada tiap individu. Karena, mereka sendiri yang
akan menikmati setiap apa yang dijalani. Cuma agak sedikit terhenyak jika
menyaksikan banyak kaula santri yang menjalani hidup dengan sebatas hura-hura.
Padahal masih ada banyak jalan yang bisa dimanfaatkan untuk menikmati hidup
yang lebih menunjang terhadap mutu diri. Ada yang nongkrong berbasa-basi
tentang cewek dan segala tetek bengek yang jauh dari nilai kebermanfatan dalam
jangka panjang.
Entahlah bagaimana filosofi hidup
yang dipegang oleh mereka yang belum memiliki kesadaran utuh dalam menyikapi
kehidupan yang ritmis. Setidaknya, ini adalah pengantar dari persoalan santri
yang belum mampu di pecahkan secara berkesinambungan. Maka, lebih menarik jika
menyikut ungkapan Plato_hidup yang tak terpikirkan adalah hidup yang tak pantas
dijalani_mampukah seorang pe-nongkrong itu memikirkan hakikat hidup ? semua ada
pada titik kesadaran logistik yang dapat mereka pergunakan secara linear.
Manusia hidup dan menjalani
kehidupan tanpa ada negosiasi dengan Tuhan. Secara tiba-tiba kita hadir dengan
seonggok tulang dibalut daging_yang kemudian dinamakan manusia. Wajar kita
belum mampu menyerap sebuah enigma hidup yang membingungkan, bukankah tuhan
menggariskan dalam kitabnya bahwa manusia adalah khalifah fil ard dan
itu ada indikasi manusia di harapkan membawa bumi pada taraf yang lebih baik.
Lalu dengan nongkrong tak bermamfaatkah kita bisa membawa dunia pada arah yang
lebih baik ?
Setidaknya, kita mencari laku
yang dapat menunjang potensi khalifah yang di warisi Allah seperti
membaca, berorganisasi dan paguyuban yang lebih membawa manfaat dalam
mengembangkan skill untuk menikmati laju hidup yang panjang. Tentu di
setiap sekon kita dapat meraba denyut nadi kehidupan bahwa hidup kita tidak
dijalani dengan hambar. Misal dengan menulis yang menuntut untuk peka membaca
realitas kehidupan yang di rasa timpang. Semoga teman-teman dapat menjaga
timbul-tenggelamnya semangat dalam mengarungi keras sekaligus nikmatnya hidup.
(*)
Moh Shiddiq
Kunjungi blog-nya di penyatujiwa96.blogspot.com dan
penyaturasa.blogspot.com
Tak usah muluk-muluk dalam merangkai beragam
cita-cita, kita hanya memungkinkan untuk berpikir tentang kemungkinan dalam
hidup yang kita jalani. Mungkin dapat
kita sebut sebagai keajaiban ketika akal letih melakukan upaya rasional untuk
memuluskan keinginan menjulang.
0 komentar:
Posting Komentar