Pemuda
Dan Restorasi Politik Indonesia
(Membangkitkan
Spirit Nasionalisme Pemuda Dalam Lintasan Sejarah)
Oleh : Moh Shiddiq
Perbincangan seputar
politik memang tidak akan pernah ada habisnya. Politik memiliki daya tarik
tersendiri dengan eksistensinya yang unik. Terlebih, bila dikaitkan dengan
pemuda. Dalam lintasan perjalanan yang panjang, berdirinya Indonesia sebagai
negara, bahkan pada masa kerajaan, tidak lepas dari pergulatan sejarah yang
mereka lalui dengan “berdarah-darah”.
Kejayaan Majapahit tidak
bisa menghitung jasa Hayam wuruk yang kala itu berusia 17 tahun. Suksesi
kepemimpinan juga didukung oleh panglima perang kerajaan yaitu Mahapati Gajah
Mada yang masih berusia muda. Darah muda yang mengalir di tubuh mereka mampu
mengangkat kredibilitas kerajaan dan membawa pada taraf kemajuan. Terbukti,
dengan munculnya sumpah palapa yang berisikan usaha menyatukan perpecahan di
kawasan nusantara.
Sementara itu, pada
hari minggu 20 Mei 1908 mulai tumbuh benih-benih kebangkitan bangsa yang kelak
bernama Budi Utomo ; didalamnya adalah perkumpulan pemuda idealis yang
memperjuangkan serta peduli terhadap nasib bangsa yang berada dalam jajahan
Belanda. Mereka adalah keturunan bangsawan, bersekolah di kedokteran STOVIA
Jakarta. Meskipun keturunan bangsawan yang diayomi oleh Belanda, mereka
(pemuda,red) menyadari watak politik
penghisapan yang dilancarkan Belanda itu sendiri.
Tidak cukup hanya itu,
lepasnya Indonesia dari cengkraman imperialisme hingga dikumandangkannya
kemerdekaan, tercatat sejak pembacaan proklamasi, lagi-lagi peran pemuda
“merongrong” hegemoni tiranisme. Dalam hal ini, gerakan revolusi dibekingi oleh
Soekarno, Hatta, dan sjahrir. Di lain pihak, politik tangan besi yang
dipraktekkan rezim orde baru, mampu ditumpas habis oleh pergerakan mahasiswa pada tahun 1998.
Pada aras ini, pemuda
merupakan manifesto heroik bagi kemajuan bangsa. Spirit pemuda mampu
meluluh-lantakan tatanan yang sudah mapan. Wajar jika Agen of Change pantas disematkan pada pribadi pemuda. Tak ayal,
Aziz Syamsuddin mengemukakan bahwa pemuda merupakan aset paling berharga dalam
hidup berbangsa dan bernegara. Sebab,Kebangkitan dan kehancuran suatu bangsa bergantung
pada pemudanya sendiri. Ketika suatu bangsa mengalami stagnasi kepemimpinan,
maka pemuda menjadi harapan untuk menghancurkan kejumudan menuju arah perbaikan.
Sehingga tidak terlalu
berlebihan kiranya jika Ben Anderson, Indonesianis terkemuka menyatakan bahwa
bangsa Indonesia banyak berhutang kepada para pemudanya dan sejarah Indonesia
adalah para pemuda.
Mengimpikan
Peran Pemuda
Menyadari
carut marut panggung politik yang ditunggangi oleh oknum tak bertanggung jawab , peran pemuda sangat diharapkan
mengisi setiap lini kepemerintahan. Sejatinya, politik tidak memandang usia
muda maupun tua. Tatkala yang tua berpolitik dengan sifat kekanak-kanakan, yang
muda diharapkan menujukkan elektabilitas serta akuntabilitas nilai politik,
tidak mustahil jika kemudian politik kekanak-kanakan menjadi lebih dewasa.
Tentu
masih segar dalam ingatan kita, Presiden
Soekarno berujar “berikan aku sepuluh pemuda maka akan ku goncangkan
dunia ”. dalam baris kalimat ini betapa pemuda membutuhkan peran dan motivasi
guna mendukung hakikat kepemudaannya yang penuh gejolak. Karenanya, disini
perlu adanya pembinaan secara berkesinambungan supaya menghasilkan bibit yang
bisa diandalkan menuju masa depan perpolitikan Indonesia.
Dekade
ini,masyarakat mulai menaruh espektasi besar tehadap pemuda. Terbukti, sosok-
sosok pemuda menjadi pemimpin di Jawa Barat (Aziz Syamsuddin, pemuda penggerak
bangsa,). Sama halnya dengan di Madura, Bupati Makmun Ibnu Fuad sebagai Bupati
Bangkalan memecahkan rekor sebagai pemimpin termuda diusia 29 tahun. Bahkan,
sosok Joko widodo masuk kategori pemimpin muda gubernur DKI Jakarta.
Secara
hukum, Indonesia sebagai negara yang menganut paham demokrasi, Undang Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menjamin kemerdekaan setiap warga
negara untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat sebagai bagian
dari hak asasi manusia serta dalam rangka mewujudkan kehidupan kebangsaan yang
kuat.
Pengejawantahan
hak-hak politik adalah setiap warga negara berhak membentuk, memelihara, dan
mengembangkan hak-hak politiknya dengan organisasi sosial dan gerakan politik
sebagai pilar demokrasi. Melalui organisasi sosial dan politik pemuda dapat
mewujudkan haknya menyatakan masa depan berbangsa dn bernegara.
Nah,setidaknya keikutsertaan pemuda
dalam lembaga sosial atau politik dapat dijadikan sebagai wahana menempa jiwa
kepemimpinannya. Misal, mengamati kenyataan pahit yang dialami oleh masyarakat
kecil. Dengan mendekati masyarakat kecil juga untuk menempa emosi, supaya
ketika memiliki kekuasaan menjauhi tindakan semena-mena yang merugikan pihak
rakyat kecil.
Kurikulum
Nasionalisme
Secara
definitif, nasionalisme dapat diartikan keteguhan jiwa memperjuangkan
kepentingan bangsa. Mereka yang bekerja demi keagungan dan kedaulatan bangsa
berarti berada digaris nasionalisme. Mereka mengabdi tanpa mengenal ruang dan
waktu.
Nasionalisme
ibarat nyawa bagi sebuah bangsa. Apabila mulai luntur kesadaran nasionalisme
maka ada indikasi akan hancurnya tatanan kebangsaan. Mengikisnya nasionalisme
tercermin dari sikap apatisme aparat pemerintah terhadap kepentingan rakyat.
Sebut saja, membudayakan perilaku koruptif. Ini merupakan miniatur pupusnya
rasa nasionalisme dari hati penguasa.
Dalam
pada itu, Soekarno mengingatkan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang
mengingat pendahulunya. Mengingat serta mengenang masa dahulu merupakan langkah
strategis untuk menguatkan semangat patriotisme. Lebih dari itu, memompa
keadaan batin untuk memperjuangkan cita-cita kebangsaan.
Oleh
sebab itu, penting bagi partai politik untuk selektif dalam menerima konstituen
dan anggota. Lebih penting dari itu kurikulum nasionalisme seharusnya menjadi materi
pembelajaran wajib bagi partai politik untuk dijadikan acuan praktis. Jika
memang begitu, bukanlah suatu hal yang mustahil partai politik yang kehilangan
pamor karena basah kuyup dengan kasus korupsi untuk memperbaiki lembaga secara
pelan-pelan. Kaderisasi pemuda melalui materi nasionalisme barangkali dapat
membukakan diri untuk bangkit dari keterpurukan bangsa yang dihinggapi penyakit
akut. Tentu pula, merasa perlu bagi gerakan-gerakan kepemudaan seperti GPI
(Gerakan Pemuda Islam) dan gerakan Anshor memberikan asupan materi kesadaran
nasionalisme.Sebab itulah, pemuda akan memiliki peran yang signifikan dalam
pembangunan dan pembaharuan politik secara revolutif-anarkis.[]